Cerpen : LIA LIA LIA


Selamat pagi, duhai cerita yang tak pernah usai aku buat, ahhh apakah ini sebuah ganjalan besar? aku merasakan sakit ketika mulai menulis, menulis tentang bulan November yang merindukan Februari, seseorang mengatakan “

Itu masa lalu, jangan kau bawa kemana mana, taruh saja dimana seharusnya berada” kupikir pikir ada benarnya juga, bukankah masih banyak yang merindukanku dan tulisanku? Bukan orang yang hanya berkata “ Semangat yah” tapi banyak orang yang mendukungku, memberikanku motivasi, bahkan mengirimkan sesuatu yang sangat berharga dalam hidupku,
sebuah Novel berjudul “ Daun yang jatuh tak pernah membenci Angin” karangan Tereliye,  tak sudi aku melupakan saat saat itu, memegang langsung Novel, bertanda tangan pengirimnya,

tertulis “ Untuk Adik ku tersayang Herman kenangan dari Uli Nurfitri”  ahhhh menetes air mata ini, entah apa yang aku rasakan setiap kali aku membacanya, pasti aku menangis,  cerita yang sunguh sangat apik dengan pengemasan yang sangat sangat indah, kadang aku berfikir. Aku pasti bisa membuatnya,otak manusia diberikan ilmu yang sama, kemampuan yang sama tinggal bagaimana kita menjalankan dan menggerakannya.
cerpen-romantis-lia


                Jam Weaker, berbunyi sekitar pukul 09.00 terlalu siang ? ahhh tidak juga, aku sengaja menyetelnya seperti itu, kebiasaanku adalah tidur setelah sholat Shubuh, memberikan waktu untuk tubuhku istirahat barang sebentar, walau hitungan Jam. Karena setiap malam lembur mendatangi rumahku, dengan setumpuk pekerjaan yang belum aku selesaikan, bukannya aku Malas untuk mengerjakan tapi karena pekerjaan yang sudah sangat banyak, organisasi Sosial, perkantoran dan lagi Email dari event event kepenulisan yang aku buat. Semuanya berbondong bondng mengetuk pintu kamar, dengan membawa papan tulisan seperti orang yang mau demo, dengan tulisan yang bermacam macam, “ selesaikan aku “  “Balas Emailku” “Mana Berkasku” aku hanya tersenyum menyambutnya. Dengan lantunan dari Shela On 7 “ Lia – lia “ aku mulai menyelesaikan semuanya.
 “aku tergila-gila dengan bicaranya
lia lia lia
apa kau memikirkan semua yang ku impikan
lia lia lia
ku percayakan masa depan hidupku
di kedua kakimu
tak tergetarkan semua yang menentangmu
lia lia lia “

                Lagu ini yang mengingatkanku tentang seseorang yang sangat Gigih dan berani, namanya persis seperti judul Lagu itu “ Lia” wanita yang aku kenal lewat Organisasi Sosial yang aku ikuti itu, menawan hatiku, sifat dan perangainya persis sekali dengan lirik lagu itu. Membuatku tergila gila. Inilah yang membuatku tenang dalam menyelesaikan setiap pekerjaan yang menumpuk, ini cerita lama sebenarnya, namun rasa rasanya, tidak ada salahnya untuk diceritakan kembali. Sabtu tanggal 20 Februari 2014 acara dari Organisasi Sosial bernama Jendela Sahabat membuat event dengan tema “ Koin Untuk Mereka” aku mendapatkan berita itu dari Broadcast BBM Lia, aku tersenyum menang, aku pikir inilah saatnya aku bisa mendekati dan lebih dekat dengan wanita tangguh itu.
Aku membalas Broadcats Message itu :
               
Herman                                :“ Kapan ? “
Lia                           :“ Tanggal 20 Februari kita Kumpul dulu di Masjid Istiqlal “
Herman                                :“Oke”
Lia                           :“Oke Siap, Ditunggu yah”
Aku cek tanggal di Handphone, event tanggal 20 sekarang, baru tanggal 18 ahh masih ada waktu 2 hari untukku bisa memikirkan bagaimana bisa mendapatkan hati Lia, pekerjaan yang sedari tadi menunggu, aku tinggalkan begitu saja, aku mengeraskan Volume dari MP3 player, dan ikut bernyanyi kembali sampai lagu itu habis dimainkan, dan aku ulang lagi, begitu seterusnya. Tak kupedulikan email yang maju mundur menghampiri komputerku.

cerita-tentang-hubungan-lia

“ aku tergila-gila dengan bicaranya
lia lia lia
apa kau memikirkan semua yang ku impikan
lia lia lia

ku percayakan masa depan hidupku
di kedua kakimu
tak tergetarkan semua yang menentangmu
lia lia lia

aku tergila-gila jalan pikirannya
lia lia lia
apa kau memikirkan semua yang ku tawarkan
lia lia lia

ku percayakan masa depan hidupku
di kedua kakimu
kau dan lingkaran jiwamu
menarik langkah kakiku
bermain dengan hatimu
aku terbakar bahagia... aiaiaiaia...
Selamat pagi untuk semua pekerjaan tertundaku, aku ingin mengabarkan bahwa sekarang tepat Tanggal 19 Februari, aku sudah siap dengan segala sesuatunya, dan juga sudah siap jika nantinya terjadi sesuatu yang membuatku harus melangkah mundur, dimulai dengan rasa percaya diri aku mencoba mengirimkan pesan singkat dari BBM ke Lia.
Herman           :           Assalamualaikum
Lia                   :           Waalaikumsalam
Herman           :           Gimana buat besok ?
Lia                   :           Besok tetap berjalan, dengan Admin yang lainnya
Herman           :           Lia ?
Lia                   :           Aku nggak ikut, lagi kurang FIT
Herman           :           Sakit Apa ?
Pesan terakhir itu hanya berlogo huruf “R” disamping kiri, tanpa pernah ada balasan lagi,
Esoknya event dimulai, lemas, lunglai ketika melihat yang lainnya saling berpasangan, sebenarnya Aku juga berpasangan, tapi dengan Hendra, ahhh orang menyebalkan yang juga menyukai Lia, Sepanjang perjalanan event itu Hendra selalu menceritakan betapa hebatnya dia bisa mendekati Lia, bagaimana dia bisa duduk berdua dengan Lia, dan mengobrol dengan Lia, ahhh itu kebanggaan diri sendiri saja, belum tentu Lia juga menikmatinya, seseorang menepuk pundakku dari belakang, meledekku, “makannya jangan kelamaan mikir kalo suka sama orang tuh, langsung saja To The Point” ahhh semakin tidak enak saja ini hati, aku bisa saja berbicara langsung, jika saja Lia datang dan mengikuti Event ini.  Acara amal yang aku harapkan berjalan sesuai rencana akhirnya harus dihadapi dengan muka lesu, dan siksaan dihati mendengarkan celotehan Hendra.
“ Gimana tadi acaranya?” pesan BBM dari Lia mendarat di handphoneku, Aku balas seperlunya saja “ Lancar” rasa lelah dihati dan pikiran membuatku mengabaikan siapa yang mengirim pesan tersebut,  berhari-hari aku tidak melakukan kontak dengan Lia, SMS, BBM atau yang lainnya, aku sengaja membisu, berharap Lia akan mengerti kondisiku dan menanyakan, walau sekedar “ ada apa?” atau “Kamu kenapa?” ahhhh, itu hanya lamunan singkatku saja, tak ada satupun  pertanyaan itu menjadi nyata dan mendarat di hanpdhoneku, tubuh ini seakan ingin menghantam kasur saja setiap harinya, berharap mimpi indah dan mungkin Lia akan menyapaku di dalam mimpi. Lia mengirim beberapa pesan lagi saat aku sudah terbuai mimpi
            “Apa kamu merasa kamu berharga? Lalu bagaimana dengan perasaan orang lain yang mencintai kamu? “ Telingaku mendengar suara itu dari Tv dikamar, membuatku terbangun, membuka mataku pelan, menatap sekeliling, Horor sekali, karena sebelum tidur aku tidak menyalakan Tv, sepanjang mataku memandang tidak ada seorangpun dikamarku, aku langsung mematikan Tv itu dan melanjutkan tidurku, aku tidak peduli tentang apapun untuk sekarang, “ mau Tv nyala sendiri mau jalan jalan ke Mall ”Batinku. Baru sekitar satu menit aku menutup mata. Tv itu menyala lagi. Ahhh apalagi ini. Aku putuskan untuk beranjak dari tempat tidurku dan mencabut kabel power TV tersebut, dan mulai kembali memejam mata. Lalu terdengar suara “ Herman ko dimatiin sih Tv nya?” suara yang sangat familiar ditelingaku, “Ibu?” aku masih kebingungan, “Iya ini ibu, ibu nggak boleh yah mampir dirumah kamu, sekedar nonton Tv ajah” aku langsung bangun dan beranjak dari tempat tidurku, memeluk tubuh ibu,  “ ibu Boleh, ibu boleh nonton Tv dirumah Herman, ibu bahkan boleh bawa pulang Tv nya Bu, Herman kangen sama ibu” masih memeluk. “terus kenapa dimatikan Tvnya?” terang ibu sambil melepaskan pelukanku. “ Bukan gitu bu, Herman sangka ibu nggak ada disini, lagian ibu nggak kasih kabar Herman dulu kalo mau kesini” “Nggak kasih kabar gimana, orang ibu telepon udah lima kali nggak di angkat” aku mengambil Handphone dan mengeceknya, ternyata benar ada Lima panggilan tidak terjawab dari ibu. “Jadi kamu kapan menikah?” ahh pertanyaan itu lagi, “aku rasa bukan waktu yang tepat untuk membicarakan itu bu?”

 “Loh, bukan waktu yang tepat gimana? Umur kamu sekarang bukan lagi belasan tahun Herman, kamu itu udah kepala dua, ya emang udah waktunya dan waktu yang tepat yah sekarang, kamu harusnya lebih mengerti itu.” Aku hanya bisa mengiyakan dengan menundukan kepala. Tak berani melawan atau berargumen dengan ibu, karena aku tau ibu memberikan yang terbaik untuk anaknya, “tapi mau sama siapa?” batinku. Hampir setengah jam ibu membicarakan tentang jodoh dan pernikahan itu,  kepalaku masih menunduk. Dan akhirnya menghasilkan kesepakatan yang membuat ibu pulang kerumahnya, bahwa dalam 3 minggu ini aku akan mengenalkan Ibu ke calon Istri yang diinginkannya, tapi Siapa? Yang menjadi harapan terbesar hati sih Lia.
“Apakah hal yang sulit kujalani adalah mencintai? Atau aku saja yang terlalu malas untuk mulai mencoba mencintai, apakah daun yang jatuh HARUS tidak membenci angin?” pesan itu mendarat di Hanpdhoneku tepat jam 20.00 Wib, dari Lia, kutarik keatas untuk melihat pesan yang lainnya.
Lia       : Hey, bagaimana kabarmu?
Lia       : besok ada Event Jendela Sahabat lagi, kamu mau ikut?
Lia       : Kamu kenapa? Udah beberapa hari ini jarang membalas pesan dari saya
  bahkan tidak pernah?
Sedikit tidak percaya ketika itu, Lia menanyakan kabarku? Ini kali pertama dia mengirimkan pesan seperti itu, aku langsung buru buru membalas pesannya.
Herman           :           Aku baik-baik ajah, besok kamu ikut eventnya nggak
Apa masih sakit?, aku nggak apa-apa ko, Cuma agak sedikit
pusing ajah
Pesan yang kukirim itu berlogo Ceklist dipingirnya, lalu beberapa menit kemudian, berganti menjadi huruf R, dan dibawah nama BBMnya tertulis status “ Lia Is Writing Message”
           
Lia                   :           Owhhh, aku ikut juga, udah sembuh. Besok ditunggu dimasjid
Istiqlal jam 8.00, jangan telat.
Ini mungkin kesempatan keduaku, aku harus bersiap-siap, agar Ibu tidak lagi meributkan kapan aku menikah, mungkin ini adalah jalannya, aku harus berani.
            Lia                   : Inget jangan Telat
Pesan terakhir dari Lia itu membuyarkan lamunanku, melempar pelan Hanpohne ke kasur dan mulai memejamkan mata.

Selamat pagi Event yang akan mempertemukan aku dengan Lia, bagaimana kesiapanmu untuk menyambutku dan Lia bertatap muka, berjalan berdua bersama? Dan bagaimana dengan persiapan hati Hendra, apakah sudah cukup Kokoh untuk menerima kenyataan  Pagi ini, ahhh terlalu awal sepertinya untuk mengatakan itu, aku masih harus berusaha untuk mendapatkan hati Lia, tapi bagaimana? Pertanyaan yang selalu akan ada disetiap pekerjaan yang akan aku lakukan, tapi untuk yang satu ini, aku sudah mempersiapkannya, tinggal keberanian yang aku butuhkan sekarang. Meraba semua rasa yang mungkin bisa terjadi saat aku berjalan berdua dengan Lia.

Tepat pukul 08.00 aku sudah berada di Majid Istiqlal, tapi tidak ada satu orang pun berada disana. Sudah sekitar satu jam menunggu kerumunan yang bernama Jendela Sahabat tapi tidak ada tanda-tandanya, aku memutuskan untuk pulang saja, apa yang aku tunggu? Event apa yang mereka buat jam 08.00 itu, apa ini permainan? Malam harinya Lia mengirim pesan.

Lia       : Hey
Aku tidak membalasnya, mungkin jari ini sudah malas untuk membalas pesan itu, atau hati ini sudah mulai lelah dipermainkan, dipermainkan? Apanya yang dipermainkan, bahkan aku belum selangkahpun maju untuk bermain. Pesan Lia mendarat lagi.
            Lia       : Maaf yah soal pesan yang kemarin tentang Event,
  itu bukan dari saya, tapi dari Hendra.
Aku tidak memperdulikan lagi apa yang dikatakannya, mau Hendra yang mengirim pesan mau Neneknya yang mengirim pesan, aku sudah tidak peduli apapun itu, yang aku inginkan sekarang adalah, ketenangan. Mungkin untuk beberapa hari kedepan. Kemudian Pesan yang ketiga mendarat ke Handphone ku lagi.
            Lia                   : Besok bisa ketemu?
Aku langsung membalas sinis Pesan itu
            Herman           : Ini Lia apa Hendra?
Lia tak membalas pesan itu, tapi langsung membalasnya dengan Menelepon. Tanganku bergetar tak karuan memegang Handphone, hamper hampir jatuh dari pegangan tangan, “dia telepon” Batinku, dua kali telepon dari Lia tidak aku angkat. Lia mengirimkan pesan.
            Lia                   : Angkat dong
Lia kemudian membuat Handphoneku berbunyi lagi, dan kali ini aku mantapkan untuk mengangkatnya.
            Lia                   : Assalamualaikum
            Herman           : Walaikum Salam
            Lia                   : Kenapa Lama sekali?
Aku terdiam cukup lama, mendengarkan penjelasan dari Lia tentang pesan yang dikirim Hendra itu, katanya, Hendra menjenguk kerumah sakit beberapa waktu lalu saat dia sakit, dan melihat lihat isi hapenya, dan mungkin menemukan isi pesan dari percakapan saya dengan dia, Lia juga kaget ketika melihat isi Pesan tentang Event itu, dan Lia ingin mengajak aku bertemu agar bisa meminta maaf langsung. Aku menyanggupinya. Tempatnya di Masjid Istiqlal dengan jam yang sama 08.00

            Selamat pagi, mengutip dari Novel “Sunset Bersama Rosie” karya Tereliya aku selalu mengucapkan Selamat Pagi, disetiap Paragraf yang baru, Selamat Pagi untuk Siapa? Kali ini Aku ucapkan Selamat Pagi untuk semuanya, Untuk setiap malam yang Penuh Luka, untuk setiap Janji yang ku ingkari, dan untuk setiap rasa Lelah hati yang mendera, Kenapa saya menngucapkan selama pagi?  Karena pagi adalah waktu yang sangat indah dimana semua Luka akan diganti suka, dimana janji yang ku ingkari akan kutepati, dimana Lelah hati menjadi hilang dan berganti suka. Inilah waktu yang sangat Indah. Dan bagiku sangat indah, karena pagi ini akan bertemu dengan wanita yang sangat aku idamkan, hanya berdua, tanpa Hendra.
“Aku udah Sampe Istiqlal, kamu dimana” aku mengirim pesan itu ke Lia, beberapa menit kemudian Lia membalas, “Bentar Lagi” aku menunggu duduk dipelataran Masjid terbesar se Asia, terlihat Lia melambaikan tangannya dengan membawa tas Koper besar tepat dari depan mataku memandang.
“Assalamualaikum” ucapnya ketika sudah berada dihadapanku. Aku melongo sampai Lia mengucapkan salamnya lagi. Aku menjawabnya Gugup “ Wa…a.alaiku.. Salam”
“ Yuk Jalan” Ajak Lia mulai melangkahkan kakinya.
“ Mau kemana?” tanyaku, “Kerumahku” jawab Lia santai “Kerumah? Mau ngapain” Batinku, aku tidak berani menayankannya secara langsung, hanya manut (patuh) mengikuti langkah Lia, “ Kamu bawa Motor?” tanyanya lagi, “Iya” “Motornya simpen disini dulu, nanti kita naik Angkutan Umum” “Kenapa?” tanyaku penasara, Lia hanya menjawabnya dengan senyuman, menggangapku sudah mengerti apa yang dia Maksud.
Sepanjang Perjalanan,Lia memeluk Koper yang dibawanya, aku berulang kali memintanya untuk aku bawakan, tapi Lia menolak. di angkutan Umum, aku nyaris tidak pernah mendengarkan suara Lia lagi, sesekali lia menurunkan Kopernya, diam duduk nyaman, menundukan kepalanya menatap sebuah buku, ingin sekali aku menanyakan buku apa yang sedang dia baca, tapi tidak tega mengganggunya, tak lama kemudian Lia menutup bukunya, menatap ke arahku tersenyum dan kemudian menaikan kopernya lagi dan menatap ke depan. Sekitar lima belas menit kemudian Lia meminta Supir untuk berhenti, tapi ini bukan perumahan, ini Rel kereta Api memang ada beberapa rumah yang berdiri di pinggirannya, tapi tidak layak disebut rumah,  bangunannya saja terbuat dari kardus,
“kita mau ngapain kesini?” aku bertanya sambil mengejar langkah kak Lia
“kita mampir dulu kesini yah” jawab Lia tersenyum.
“Ka lia datang, Ka Lia datang” anak anak berseru riang, ketika menatap wajah lia dan berlari berekerumun melingkari Lia, mengawalnya untuk duduk disebuah Rumah kardus, anak anak itu usil bertanya tentang saya ke Lia, dan beberapa lagi yang lainnya bertanya tentang apa  yang dibawa Lia untuk mereka, Lia kemudian mengeluarkan beberapa barang, dari Koper yang dibawanya,  ada berbagai perlengkapan didalamnya, Tas sekolah, Buku, dan perlengkapan Sekolah Lainya, dan ada beberapa Mainan,  Anak anak yang mengerumuni Lia serentak Berbaris Rapi mengantri pembagian barang barang yang dibawa Lia. Setelah semuanya kebagian, Anak anak itu kemudian lari masuk kerumah kardusnya masing masing, aku sempat bertanya tentang ini, “Bukankah ini kegiatan Jendela Sahabat?” “Iya, ini memang kegiatan Jendela sahabat” Lia menjelaskan panjang lebar, tentang kegiatannya ini, katanya ini memang kegiatan dari Jendela Sahabat, tapi Jendela Sahabat tidak mengadakannya setiap Minggu, rasa rasanya seperti Candu untuk kembali dan terus kembali melakukannya, membantu dan terus membantu itu adalah tugas kita sebagai orang yang mampu. Aku terbayang  bagaimana gigihnya seorang wanita yang sangat peduli akan keadaan orang lain.

“Yuk kita kerumah” Lia mengajakku berdiri, dan kali ini Lia memberikan Koper yang sudah kosong itu untuk aku bawakan, aku Protes “ Loh, kan sudah Kosong, kenapa nggak bawa sendiri saja”  biar sama sama dapet pahala jawabnya pelan, terus berjalan kemudian menghentikan angkot lagi. Seperti biasa Lia mengeluarkan buku ada ditasnya buku yang sama, aku memberanikan diri untuk menanyakannya, “100 hari mengejar Sakinah” Lia menjawab Pelan dan Tersenyum, aku semakin penasaran, Lia kemudian menjelaskan lagi, “Buku ini buatan seorang teman dari Facebook namanya akunya Mahmud Zaelani Abdul Qohar, buku ini belum sempurna katanya, tapi menurut Lia udah sempurna ko” aku tersenyum, “100 Hari mengejar Sakinah” Batinku.

Beberapa menit kemudian Lia meminta Supir untuk berhenti dan berjalan memasuki Gang Rumah, Kali ini benar benar Rumah, Rumah mewah disana sini, Lia berjalan melewati beberapa Rumah sebelum akhirnya, masuk kerumah dengan Nomer 64 A, Rumahnya besar sekali, belakangan aku baru tahu bahwa Lia membawaku kerumahnya adalah untuk bertemu dengan Ayah dan Ibunya. Lia diminta Masuk ke kamar, dan mempersilahhkan aku duduk.
Terjadri perbincangan antara saya dan Ayah Lia, diantara menanyakan tentang pekerjaan, dan kegiatan sehari hari, tidak ketinggalan menanyakan tentang keluargaku, aku menjawabnya dengan santai, tak ada satupun rasa ketakutan menghadapinya. Hingga Akhirnya Ayah Lia mengatakan bahwa besok ingin bertemu dengan orang tuaku, aku sedikit mencubit pipiku ketika mendengar itu,  “Ini Mimpi?”batinku, “mau Ibu cubit lagi, biar terasa sakitnya?” Seru Ibu Lia, Ayah Lia dan Aku tertawa mendengar itu. Tepat Pukul 13.00 aku mengambil Motor di parkirkan Masji Istiqlal setelah pulang dari Rumah Lia, aku langsung menelepon Ibu, bahwa besok akan ada yang main kerumah, satu keluarga. Ibu Langsung mengucap Syukur, nanti jam 9.00 aku anter mereka kerumah Ibu, Kataku kemudian mengucap salam dan menutup Telepon.
Selamat Pagi hari yang indah, kali ini aku akan menjemput satu keluarga yang nanti akan menjadi keluargaku juga, ini adalah hasil dari kesabaranku menanti Jodoh pikirku, mendapatkan Jodoh seperti Lia, wanita yang sangat  tangguh, cantik. Dengan Mobil Rental aku menjemput Keluarga Lia, Lia tidak dijinkan ikut oleh Ayahya, dan diminta untuk tinggal dirumah,  sepanjang perjalanan kerumah Ibuku, Ayah dan Ibu Lia terus menanyakan bagaimana aku bisa menaklukan Hati Lia, sampai Lia membawaku untuk menemui mereka berdua, aku binggung juga untuk menjawabnya, karena tak satupun usaha yang kulakukan, aku hanya mengaguminya dari jauh. Ayah dan Ibu Lia saling menatap dan kemudian tersenyum. Aku juga sebenarnya penasaran apa yang membuat Lia sampai bisa mengenalkan ku dengan kedua orang tuanya.
Mobil kuparkirkan didepan Rumahku yang sederhana, kubukakan Pintu Mobil dan mempersilahkan Ayah dan Ibu Lia untuk masuk kedalam rumah, didepan ibu sudah menyambut dengan Ayah disampingnya, pertemuan kedua orang tua itu berlangsung lama sekitar dua jam, aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan. Setelah aku mengatar Ayah dan Ibu Lia pulang kembali kerumah, aku menelpon Ibu menanyakan perihal pembicaraan itu, ibu mengatakan, nanti sabar satu bulan lagi kamu akan menikah dengan Lia, kita sudah sepakat tentang Tanggalnya. Tapi tanggal berapa,tanyaku ibu hanya menjawab tanyakan saja pada Lia, dia yang menetapkan. Kemudian datang pesan BBm dari Lia.
Lia                   : nanti tanggal 30 September Kita menikah, kamu persiapkan segala                                    sesuatunya, orang tua kita berdua sudah setuju.
Herman           : 30 September? Oke aku akan mempersiapkannya, tapi boleh aku
  Tanya sesuatu?
Lia                   : Boleh Mas
Herman           : Apa yang membuatmu memilihku? Bukannya Hendra lebih baik?
Lia                   : Apa yang bisa aku harapkan Mas, Hatiku sudah memilih kamu, dan Sang Pemilik hati pun Memilihmu, Setiap malam aku selalu memanjatkan doa, manakah yang terbaik untuk ku dan keluargaku, dan pilihannya adalah Kamu mas.
Herman           : Tapi bukankah kita baru mengenal beberapa hitung bulan saja, semenjak aku bergabung dengan Jendela Sahabat?
Lia                   : Lalu apa bedanya, rasa cinta yang hakiki hanya bisa tumbuh diatas Pernikahan Mas, dan aku memilihmu, owhh yah selama satu bulan ini kita tidak dijinkan bertemu, aku mengijinkan kamu masuk kedalam hatiku, tolong kamu jaga dengan baik Mas.
Herman           : Yahh, aku janji aku akan menjaganya dengan Baik.
            Itulah ceritaku tentang Lia, wanita yang sangat Tangguh dalam menghadapi kehidupan, selalu sederhana walaupun hidup berkecukupan, Wanita yang indah itu sekarang Menjadi Istriku.


Tidak ada komentar untuk "Cerpen : LIA LIA LIA"